PROSES PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN BARU BERDAMPAK HOMESICK PADA MAHASISWA RANTAU

 PROSES PENYESUAIAN DIRI DI LINGKUNGAN BARU BERDAMPAK HOMESICK PADA MAHASISWA RANTAU

Annisa Maharani 

Psikologi, Universitas Trunojoyo Madura

annisam066@gmail.com 


Abstract

This study aims to determine the effect or impact of what if someone takes distance education from their family for a relatively long time and discusses how they can survive the situation. The method used is a qualitative phenomenological method. In this study involved 3 informants who were selected by purposive sampling technique, namely based on the criteria that have been determined by the researcher. The criteria are first-year students from the class of 2022 who come from outside Java or from the island of Java, but feel Homesick and are female. The method of collecting data in this research is using interviews. The results of this study indicate that homesickness will have a psychological effect because they often feel uncomfortable in their new environment.

Keywords: Homesick, research, studen

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh ataupun dampak bagaimana jika seseorang menempuh pendidikan jarak jauh dari keluarga dengan waktu yang relatif lama dan membicarakan bagaimana mereka dapat bertahan dengan situasi tersebut. Metode yang digunakan adalah metode Kualitatif Fenomenologi. Dalam penelitian ini melibatkan 3 orang informan yang dipilih dengan teknik purposive sampling, yaitu berdasarkan kriteria yang telah ditentutakan oleh peneliti. Kriteria tersebut adalah mahasiswa tahun pertama angkatan 2022 yang berasal dari luar pulau Jawa atau dari pulau Jawa, tetapi merasa Homesick dan berjenis kelamin perempuan. Metode pengumpulan data dalam penelitan ini menggunakan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa homesick akan memberikan efek psikologis karena sering merasa tidak nyaman dengan lingkungan baru.

Kata Kunci: Homesick, penelitian, mahasiswa.


PENDAHULUAN

Untuk menuntut pendidikan supaya dapat bersaing di berbagai bidang kehidupan memang tidak mudah. Situasi perkembangan di beberapa daerah Indonesia ini tergolong kurang merata sehingga menghambat kemajuan Indonesia untuk menghadapi persaingan dunia. Di Indonesia masih ada banyak wilayah yang tertinggal dari segi perkembangannya. Salah satunya, yaitu perkembangan pendidikan. Kemajuan suatu bangsa itupun jelas terbentuk dan tercermin dari kemajuan pendidikannya. Banyak sekolah yang minim sarana sehingga menghambat proses pembelajaran, hal tersebut juga berperan dalam menunjukkan tingkat pendidikan Indonesia yang kurang merata. Termasuk pada jenjang Perguruan Tinggi (Devinta, 2015). 

Banyak mahasiswa Indonesia yang memilih melanjutkan pendidikan diluar pulau atau tidak, tetapi cukup jauh dari tempat tinggalnya. Memutuskan untuk memilih studinya ke beberapa universitas/perguruan tinggi yang mana pulau Jawa menjadi pilihan favorit karena oleh sebagian pendapat mengatakan bahwa perguruan tinggi di pulau Jawa memiliki kuantitas dan kualitas yang lebih memadai dibandingkan dengan perguruan tinggi selain di dalam pulau Jawa sehingga pada akhirnya timbul asumsi bahwa siapa saja atau individu mana saja yang merantau dalam artian menuntut ilmu ke pulau Jawa akan mendapatkan nilai lebih dimata masyarakat daerah asalnya. Jumlah banyaknya kualitas mahasiswa yang merantau cenderung mendapat pengaruh dari masyarakat asal karena menurut mereka untuk merantau itu adalah suatu prestasi tersendiri yang diperoleh oleh mahasiswa perantau. Akan ada kebanggaan tersendiri yang diperoleh seorang perantau ketika kembali pulang ke kampung halamannya (Pitopang, 2013)

Peristiwa seorang atau individu yang sedang pergi merantau atau menuntut itu bukan lain adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan demi tercapainya kesuksesan. Hal ini juga merupakan bukti sebagai individu dalam proses menuju dewasa yang dapat mempertanggungjawabkan segala keputusannya untuk hidup lebih mandiri lagi (Santrock, 2006).

Interaksi adalah langkah awal dari proses adaptasi sosial. Untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan, seseorang dituntut harus dapat berinteraksi dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Dalam proses interaksi masing-masing aktor memunculkan tindakan sosial yang penuh makna, yakni tindakan individu yang mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya sendiri dan diarahkan pada orang lain. Mereka saling menerjemahkan dan mendefinisikan tindakannya melalui simbol-simbol yang muncul.

Dalam proses perantauan tentu banyak hal yang dihadapi oleh individu yang dalam hal ini adalah para mahasiswa, seperti bertemu dengan orang-orang baru, berada dilingkungan yang baru, beradaptasi pada budaya yang baru, dan lain sebagainya. Penelitian yang berkaitan dengan aktivitas perantauan menyebutkan bahwa lingkungan baru dipersepsikan sebagai sesuatu yang asing dari rutinitas yang biasa dilakukan, baik suasana maupun orang-orang yang berada di lingkungan baru terasa berbeda sehingga menimbulkan perasaan tertekan (Strobe et al, 2002). Oleh karena itu, mahasiswa dituntut mampu beradapatasi dengan lingkungannya. Perbedaan ini terkadang menjadi salah satu kendala yang dihadapi mahasiswa, khususnya mahasiswa asing. Mereka perlu beradaptasi dengan kompesansi. Mahasiswa perantau akan menghadapi tantangan mereka sendiri dalam proses beradaptasi dengan lingkungan baru dan budaya baru. Berpisah dari keadaan lingkungan asal dapat menyebabkan reaksi kompleks, salah satunya dengan perasaan ketidaknyamanan individu dalam lingkungan baru yang menimbulkan reaksi psikologis yang ditampilkan melalui emosional, somatic, dan perilaku serta kognisi merupakan gejala dari Homesick (Vingerhoets, 2005). Homesick yang dirasakan oleh Individu merupakan hal yang wajar terjadi. Seringkali seseorang berada pada posisi ini karena enggan untuk menyelesaikan kegelisahannya karena mereka menganggap hal ini akan segera berakhir. Namun kenyataannya, kondisi homesick bisa memicu timbulnya perilaku yang kurang bahagia. Individu yang mengalami homesickness mungkin berdampak negatif pada kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial yang baru. Lingkungan sebelumnya telah mendokumentasikan berbagai konsekuensi psikologis dan kesehatan fisik dari kerinduan (Stroebe et al., 2015). 

Menurut Thurber et al (2007) menyatakan bahwa, “homesickness is the distress and functionalimpairment caused by an actual or anticipated separation from home and attachment objects, such as parents, characterized by an acute longing for home”. Ini menekankan bahwa lingkungan rumah atau keterikatan yang kuat dengan orang dapat memulai kerinduan. Bahkan pemisahan yang direncanakan dapat menyebabkan kerinduan dan juga berdampak pada fungsionalitas individu. 

Van Tilburg et al (1996) menyatakan bahwa kerinduan adalah "the commonly experienced state of distress among those who have left their house and home, and find themselves in a new and unfamiliar environment". Pravelensi Homesickn agak sulit untuk dinilai, karena ini bukan fenomena yang berkelanjutan, kerinduan terjadi pada episode-episode berkala, yang di mana gejalanya dialami terus menerus yang dapat menyerang secara tiba-tiba dan tidak terduga pada seseorang yang menjalani kehidupan yang jauh dari asal daerahnya mengalami konflik homesick yang tidak stabil yang akan menjadi tumpang tindih kenyataan dan perasaan. 

Setelah masuk di Universitas, individu mungkin mengalami kesulitan penyesuasian yang menyebabkan kesulitan sosial, akademik, keuangan, dan kesepian. Homesick telah dikaitkan dengan faktor sosial tertentu, seperti kecemasan sosial dan dukungan sosial (Urani dkk., 2003). Namun, kerinduan biasanya tidak diuji sebagai risiko faktor untuk masalah sosial. Saat memeriksa potensi efek sosial, mungkin penting untuk membedakan antara hubungan dengan orang-orang di rumah versus orang-orang di lingkungan baru. Lebih sedikit interaksi positif dengan teman sebaya dan tidak cocok dapat menyebabkan mahasiswa homesick untuk mencari kontak dan dukungan dari keluarga dan teman-teman di rumah, memperkuat hubungan luar ini, tetapi mengganggu pengembangan hubungan baru (Tochkov et al., 2010).


METODE

Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif Fenomenologi. Dalam penelitian ini melibatkan 3 orang informan yang dipilih dengan teknik purposive sampling, yaitu berdasarkan kriteria yang telah ditentutakan oleh peneliti. Kriteria tersebut adalah mahasiswa tahun pertama angkatan 2022 yang berasal dari luar pulau Jawa atau dari pulau Jawa, tetapi merasa Homesick dan berjenis kelamin perempuan. Metode pengumpulan data dalam penelitan ini menggunakan wawancara. 

No. 

Nama

Jenis Kelamin

Angkatan

Daerah Asal


1.

VT

Perempuan

2022

Mojoagung, Jombang


2.

RFR

Perempuan

2022

Sidotopo, Surabaya


3.

SFN

Perempuan

2022

Denpasar, Bali


Pertanyaan Penelitian, dalam penelitian ini, dan permasalahan yang ingin diangkat oleh peneliti adalah: 

Bagaimana fase mahasiswa dalam menghadapi culture shock di pulau Madura? 

Jika budaya baru yang akan dipelajari tidak diketahuinya, bagaimana cara mereka mengatasinya? 

Apakah perbedaan bahasa membuat seseorang merasa asing di lingkungan barunya sehingga membuat individu kurang aktif dalam berinteraksi?

Dari proses adaptasi, apakah kamu mengalami homesick? Bagaimana cara kamu mengatasi hal tersebut?

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 

Setelah dilakukan pengumpulan data menggunakan wawancara dengan metode Kualitatif Fenomenologi. Didapatkan hasil bahwa banyak mahasiswa yang mengalami kondisi dimana, mereka tidak dapat menerima lingkungan baru mereka dan cenderung menjadi rindu terhadap suasana rumah. Maka, seringkali mereka mencari suatu cara untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan menelepon keluarga atau bahkan pulang setiap minggu atau saat libur semester. 

Definisi Homesick

Homesick merupakan emosional negatif yang disebabkan karena terpisah oleh figur terdekat dan rumah ditandai dengan merindukan serta memikirkan hal yang berkaitan dengan rumah kemudian diiringi kesulitan beradaptasi pada lingkungan baru (Stroebe et al, 2016). 

Homesick yang sering muncul adalah rasa rindu kepada keluarga di kampung halaman, rasa sedih, kesepian, iri dengan rekan-rekan yang lain yang dapat pulang kampung. Keempat orang informan merasa homesick disaat saat adanya hari besar seperti Idul Adha namun berhalangan tidak dapat pulang ke rumah karena terbatasnya oleh rute dan biaya transportasi yang cukup mahal

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sun, & Hagedorn, (2016) menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa mengalami homesick. Hal tersebut juga terlihat pada sebagian besar mahasiswa yang berada di lingkungan Universitas yang memiliki tingkat homesick pada taraf sedang (Yasmin & Daulay, 2017). Dimana kebanyakan mahasiswa mangelami homesick di 10 minggu awal mereka memulai dunia perkuliahan. 

Hasil Penelitian

Bagaimana fase mahasiswa dalam menghadapi culture shock di pulau Madura? 

“Tidak terlalu culture shock karena mempunyai kepribadian yang mudah berbaur, tetapi terdapat satu hal yang membuat tidak nyaman di madura adalah air yang sempat membuat gatal-gatal.” (VT)

“Kalo culture shock sama madura engga, karena saya sendiri ada darah madura, tetapi lahir dan besar di Surabaya. Hanya agak kaget sama lingkungan kampus yang banyak dari luar pulau, soal nya saya besar di Surabaya hingga SD dan selebihnya mondok di Pasuruan, walaupun pendatang tersebut dari Surabaya tetep aja kaget karena tidak terbiasa dengan lingkungan yang terbuka, seperti pakaian nya mereka, cara mereka dandan, dan bahasa yang saya kira kasar ternyata hal lumrah bagi mereka.” (RFR)

“Cenderung dalam bahasa, karena mereka dari berbagai macam bahasa daerah yang sulit untuk di pahami dan cuaca yang saya rasa sangat berbeda dibandingkan bali. Lalu dari segi harga yang di rasa lebih murah dan terjangkau daripada di Bali.” (SFN)


Jika budaya baru yang akan dipelajari tidak diketahuinya, bagaimana cara mereka mengatasinya?

“Tentu dengan cara belajar, entah dari lagu karena ketika pertama kali mendengar lagu madura ia merasa lagu tersebut sangat asik untuk di dengar.” (VT)

“Sering swipe up bertanya ke teman apabila teman mengatakan bahasa yang tidak dipahami artinya, inti nya sering berbaur dengan teman dari mana pun dan tidak malu untuk bertanya arti dari kata tersebut jika tidak paham.” (RFR)

“Dengan sering tanya-tanya ke orang sekitar atau langsung mencari ke google terkait budaaya madura." (SFN)


Apakah perbedaan bahasa membuat seseorang merasa asing di lingkungan barunya sehingga membuat individu kurang aktif dalam berinteraksi?

“Kalau di lingkungan kampus tentunya enggak, karena rata-rata kebanyakan menggunakan bahasa nasional, yaitu Indonesia yang membuat untuk berinterakasi mudah dan simple.” (VT)

“Banget, awal-awal emang bikin merasa asing karena mereka bahas nya asik tapi tidak paham artinya, tetapi balik lagi ke mindset tiap orang. Kalau orang itu mau menganggap hal itu sebagai pengalaman yang baru dia akan merasa tertantang buat belajar bahasa atau budaya di sekitar nya.” (RFR)

“Iya saat pertama kali awal datang ke pulau Madura, ketika berinteraksi terhadap warga lokal dan dengan seiring berjalannya waktu akan mulai terbiasa atau menggunakan bahasa nasional, bahasa Indonesia.” (SFN)


Dari proses adaptasi, apakah kamu mengalami homesick? Bagaimana cara kamu mengatasi hal tersebut?

“Sangat mengalami Homesick, karena tidak pernah jauh dari orangtua dalam waktu lama, apalagi harus bertahan hingga 4 tahun kedepan. Cara saya mengatasinya, yaitu dengan bermain dengan teman atau dengan video call dengan keluarga, karena saya terus merasa kangen terhadap keluarga saya terudama adik saya, yang mana saya sering tertinggal proses pertumbuhan adik saya yang semakin membuat saya merasa Homesick dan sering merasa overthingking saat malam hari.” (VT)

“Fiks pulang, karena hal yang ada di rumah ga bisa di ganti peran nya walaupun cara nya sama, seperti kangen masakan nya mama, walaupun kita masak ayam goreng, kita bikin sendiri tapi kalau bukan mama yang bikin, ya tetep beda.” (RFR)

“Tidak sering merasakan homesick, karena disini masih tinggal dengan saudara serta sering berkomunikasi dengan orangtua setiap hari dan merasakan hal tersebut ketika merasa sendiri atau ketika tugas kuliah sedang banyak. Cara mengatasinya adalah, karena aku dapat membatasi diri, ingat orangtua, ingat cita-cita yang ingin di raih , ketika mengalami homesick, sadar bahwa hal tersebut adalah hal untuk pendewasaan dan hal yang wajar.” (SFN)


KESIMPULAN

Berdasarkan pengertian homesick tersebut dapat dikatakan, homesick merupakan kondisi dimana saat individu meninggalkan zona nyamannya yang menimbulkan emosi negatif seperti perasaan rindu atau teringat kepada hal-hal yang berkaitan dengan rumah. Hal tersebut juga mempersulit individu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.

Homesick yang sering muncul adalah rasa rindu kepada keluarga di kampung halaman, rasa sedih, kesepian, iri dengan rekan-rekan yang lain yang dapat pulang kampung, tetapi ia tidak dapat melakukannya. Ketiga orang informan sering merasa homesick dan mengatasi hal tersebut dengan cara pulang ke rumah setiap minggu atau liburan dan melakukan komunikasi, seperti video call.

Berdasarkan fenomena diatas dapat dikatakan bahwa homesickness menimbulkan berbagai macam dampak terhadap mahasiswa baru. Homesickness berdampak terhadap fungsi emosional, kognitif, sosial, somatik, hingga kecemasan yang parah atau gejala depresi (Biasi et al, 2018; Thurber & Walton, 2007.). 


DAFTAR PUSTAKA

Said Farhan Shasra. (2022). GAMBARAN HOMESICKNESS SISWA BARU DI PONDOK PESANTREN. NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 9(4), 1247–1252. https://doi.org/10.31604/jips.v9i4.2022.1247-1252 

‌ Putri, Sheilla Khairunnisa Rahardi. (2021). Hubungan antara tipe kepribadian dan dukungan sosial dengan Homesickness pada mahasiswa rantau - Digilib UIN Sunan Ampel Surabaya. Uinsby.ac.id. https://doi.org/http://digilib.uinsby.ac.id/49798/2/Sheilla%20Khairunnisa%20Rahardi%20Putri_J01216039.pdf 

Aulia, Wira Utami, & Dr. Wiwien Dinar Pratisti, M.Si, Psi. (2018). Strategi Koping Mahasiswa Rantau Tahun Pertama Luar Pulau Jawa - UMS ETD-db. Ums.ac.id. https://doi.org/http://eprints.ums.ac.id/64215/12/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf 

‌ M Fadhillah Ikbal, 152050333. (2019). PROSES ADAPTASI MAHASISWA PERANTAU YANG MENGALAMI CULTURE SHOCK DI KOTA BANDUNG (Proses Adaptasi Mahasiswa Perantau yang Berasal dari Provinsi Riau) - repo unpas. Unpas.ac.id. https://doi.org/http://repository.unpas.ac.id/44555/1/ABSTRAK.pdf 

Dwiana Pujiasih. (2019). Adaptasi Sosial Budaya Siswa Asal Papua. Jurnal Sosial Soedirman, 3(1), 1–17. https://doi.org/10.20884/juss.v3i1.1545